Oleh: Nina Nurmala
Penyakit yang sangat luar biasa di negeri tercinta ini yang dapat merusak sistem
ekonomi, politik, hukum, sosial dan pendidikan tidak lain adalah penyakit korupsi. Ketika
anggaran yang seharusnya dijadikan uang pembangunan untuk menunjang pendidikan,
menyejahterakan ekonomi masyarakat dengan bantuan-bantuan dari pemerintah untuk
rakyatnya, malah disimpan di saku seakan punya sendiri. Ironisnya korupsi terjadi bukan
di kelas bawahan, tapi selevel menteri pun melakukan korupsi di tengah pandemi seperti
ini. Tentu ini membuat geram yang sangat luar biasa yang harus dihentikan, karena
bagaimana bagsa ini akan maju ketika uang rakyat malah dilahap oleh para pejabat.
Yang lebih memilukan lagi hukuman yang diberikan tidak setimpal dengan
kesalahan yang diperbuat, dalih-dalih penjara yang hanya sementara membuatnya jera
tapi malah biasa saja karena ketika berada dalam jeruji besi diberikan keistimewaan yang
berbeda, bukannnya hukuman menjadikan sebuah teguran tapi seakan menjadi tempat
pengistirahatan. Bagaimana tidak ketika koruptor yang ada di jeruji besi masih bisa
tersenyum dan melambaikan tangan dengan fasilitas terdapat pendingin udara (AC),
televisi, rak buku, lemari es, spring bed, washtefel dan kamar mandi yang lengkap.
Maka dari itu kita sebagai warga negara wajib untuk menjaga uang rakyat dari
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab atas sumpahnya menjaga amanat yang
diucapkan ketika terpilih menduduki kursi kekuasaan. Untuk mengobati penyakit korupsi
ini sudah banyak dilakukan namun tak pernah kunjung usai, faktanya malah bertambah
banyak dan terus semena-mena meraup uang rakyat. Maka dari itu untuk meminimalisir
kegiatan korupsi dapat dilakukan dengan pencegahan juga tindakan yang harus
direalisasikan.
Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan untuk meminimalisir kegiatan korupsi
antara lain yang pertama memperbaiki sistem pengawasan, yang mana harus berisfat
akuntable, transparan dan profesional. Maksud dari akuntable adalah pertanggung
jawaban atas semua tindakan yang dilakukan, seperti mengganti kerugian keuangan
negara sehingga bisa optimal kembali dan tidak ada sedikitpun diberi celah hanya untuk
mengganti sebagian saja.
Kemudian trasnparan artinya keterbukaan kepada rakyat, sebagaimana diketahui
kita mempunyai lembaga kenegaraan yaitu KPK atau Komisi Pemberantas Korupsi,
lembaga ini memberikan informasi yang transparan kepada rakyat mengenai hukuman
terhadap tindakan koruptor. Selain KPK lembaga antikorupsi yang dimiliki Indonesia
yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan penyelidikan dan
penyidikan, kemudian ada Mahkamah Agung yang menjadi pengawas tertinggi,
selanjutnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan pengawasan
Keuangan dan Pembangunan, Komisi Yudisial, Ombudsman RI dan terakhir ada Badan
Pemeriksa Keuangan.
Selanjutnya bersifat profesional, yang artinya para penyidik yang ditugaskan
untuk menanganai para koruptor jangan sampai melihat kursi jabatan atau ada maksud
lain sebagiamana kutipan dalam buku The New Jiw Crow bahwa “Mahkamah agung yang
sama yang memerintahkan integrasi dan mendorong undang-undang hak sipil kini
membungkuk ke belakang untuk membantu para penjahat” jika kita lihat kutipan ini benar
adanya dan dapat dibuktikan.
Kemudian hal lain untuk meminimalisir terjadinya korupsi yaitu membuat
indikator capaian perubahan yang mana tujuannya adalah mencegah terjadinya
pengulangan dengan kasus yang sama, dari kasus yang terjadi. Sebaiknya belajar
bagaiamana menangani kasus tersebut agar tidak terjadi hal yang serupa sehingga bisa
dievaluasi dengan menegakan hukum yang seadil-adilnya atau bahkan setiap ada kasus
korupsi maka penambahana hukuman yang sangat berat juga. Sehingga ketika ada yang
berniat melakukan korupsi bisa berpikir dua kali karena melihat hukuman yang harus
ditanggungnya.
Berikutnya kita mempunyai undang-undang sebagai dasar hukum yang mengatur
kehidupan tatanan bernegara atau bermasyarakat, maka untuk menjaga keadilan karena
negara kita negara hukum maka dibuatlah UU Tipikor untuk lebih menjamin kepastian
hukum sehingga tidak ada penafsiran-penafsiran hukum yang beragam, UU Tipikor ini
memuat hukuman juga denda terhadap para koruptor, maka harus semaksimal mungkin
digunakan dan jangan sampai tumpul ke atas tajam ke bawah. Karena ketika melakukan
denda, para korutor masih bisa membayar denda tersebut dari hasil pengambilan uang
rakyat, maka sebisa mungkin denda yang diberikan harus sesuai dengan uang yang
diambilnya, kita kawal hukum Indonesia atau UU tipikor ini jangan sampai hukum dibeli
mereka.
Selanjutnya memperbaiki ketentuan hukum acara yaitu penyitaan dan perampasan
aset, dilihat dalam aturan pasal 1 angka 16 KUHAP “penyitaan adalah serangkaian
tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya
benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan atau peradilan”. Yang mana ini sebagai
pembuktian benar-benar terjadi tindak pidana, sehingga bisa dipertanggungjawabkan,
tidak bisa dihilangkan serta tidak dapat dialihkan. Kemudian barang-barang yang
memang hasil dari korupsi harus benar-benar disita oleh negara yang nantinya dilakukan
pelelangan, sehingga uangnya bisa masuk ke kas negara kembali.
Kemudian memaksimalkan Justice Collaborator (saksi pelaku yang bekerjasama)
yaitu pelaku tindak pidana korupsi yang bersedia menjadi saksi kepada aparat hukum dan
mau diajak bekerja sama ketika aparat membutuhkan hal-hal yang harus diceritakan atau
menunjukan bukti yang sebenar-benarnya. Tentu ini harus dilakukan semaksimal
mungkin agar aparat hukum bisa mengetahui banyak informasi sehinnga hukuman juga
denda sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh para koruptor.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan, perlu adanya optimalisasi sumber
daya manusia yang adil dan takut hukum dalam menduduki kursi jabatan. Sehingga tidak
ada yang semena-mena dalam meraup uang rakyat, kemudian bagi para pejabat yang
menduduki lembaga negara anti korupsi khususnya jangan sampai hukum bisa dibeli
dengan seenaknya. Sehingga manfaat yang sangat luar biasa ketika para pejabat negeri
yang bisa mengoptimalkan kinerjanya dalam menjunjung keadilan dan hukum
diberlakukan secara rata maka kemajuan dan ketertiban negeri akan tercipta
Komentar
Posting Komentar