Langsung ke konten utama

Reformasi Program Revolusi Mental



Revolusi mental merupakan salah satu program dalam Nawa Cita milik Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam Nawa Cita, salah satu agenda yang paling banyak diperbincangkan adalah poin nomor 8 (delapan) yaitu, melakukan revolusi karakter bangsa atau sering juga disebut dengan istilah revolusi mental. Program revolusi mental sendiri digagas untuk menggalakkan pembangunan karakter untuk mempertegas kepribadian dan jati diri bangsa. Jika melihat kondisi bangsa saat ini maka gagasan revolusi mental memang merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan karena mengingat derasnya arus globalisasi yang sulit untuk dibendung yang juga dapat menimbulkan berbagai ancaman terhadap kepribadian dan jati diri bangsa. Untuk itu sebenarnya apabila program revolusi mental dijalankan dengan sungguh-sungguh maka program ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi berbagai ancaman yang disebabkan oleh pengaruh globalisasi.

Akan tetapi permasalahannya adalah program revolusi mental ini hanya menggaung keras pada awal masa pemerintahan Joko Widodo namun seiring waktu berjalan program ini serasa mulai meredup dan tidak jelas arahnya ke mana. Permasalahan karakter dan jati diri bangsa mulai muncul kembali ke permukaan, terbukti dengan banyaknya terdengar berita tentang perilaku tidak beretika yang dilakukan oleh peserta didik terhadap guru dan banyak masyarakat yang sudah melupakan jati diri bangsa dan berani untuk tidak menghormati ideologi negara. Apa yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa program revolusi mental tidak berjalan dengan baik dan bahkan menjelang perhelatan pemilu pada tahun ini, pemerintah seolah-olah membiarkan masyarakatnya mengalami degradasi moral, maraknya berita-berita hoax dan ujaran kebencian yang bermunculan dalam media sosial merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat Indonesia masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah untuk dapat membangun kembali karakter mereka.

Presiden Joko Widodo dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019 mengatakan bahwa program kerja pemerintah berikutnya akan terfokus pada pembangunan dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) utamanya dalam pendidikan yang fokus pada keterampilan bekerja atau memberikan pelatihan teknis bagi masyarakat. Dari pernyataan Jokowi tersebut maka dapat dipahami bahwa selanjutnya pemerintah akan lebih memfokuskan diri untuk meningkatkan hard skill SDM Indonesia. Pelatihan teknis dan keterampilan bekerja memang sangat diperlukan namun diharapkan juga pemerintah tidak hanya meningkatkan kapasitas hard skill SDM tetapi juga tetap fokus untuk mengimbangi peningkatan kapasitas soft skill SDM dengan cara lebih serius dalam menjalankan program revolusi mental untuk membangunan karakter bangsa sehingga nantinya SDM Indonesia tidak hanya mampu untuk bekerja namun juga tetap mampu menjadi seorang manusia yang berakhlak.

Permasalahan karakter dan jati diri bangsa tidak boleh dipandang remeh, Juri Lina seorang penulis asal Swedia menuliskan bahwa ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah sebuah negeri yaitu dengan mengkaburkan sejarahnya, menghancurkan bukti-bukti sejarahnya dan memutuskan hubungan mereka dengan leluhurnya. Ketiga cara tersebut apabila dipahami maka didapat kesimpulan bahwa untuk menjajah sebuah negeri dengan mudah, maka cara yang diperlukan adalah hanya tinggal menghilangkan jati diri mereka, dan hal ini jangan sampai terjadi di Indonesia apabila tidak ingin dijajah kembali. Untuk itu diperlukan adanya reformasi dalam program revolusi mental, pemerintah harus mengevaluasi dan melakukan perubahan untuk perbaikan program tersebut agar dalam pelaksanaannya, nilai-nilai cinta Tanah Air dan budi pekerti dapat disampaikan dan ditanamkan dengan baik kepada masyarakat khususnya generasi muda agar bangsa Indonesia yang sekarang dan kedepannya tidak akan kehilangan jati dirinya.

Oleh: I Gede Yudi Arsawan
Sudah terbit di Koran Bali Post edisi  Selasa, 26 Februari 2019, Sumber gambar: google

Komentar