Langsung ke konten utama

Menyoal Keberadaan Pengemis di Bali

Di balik keindahan pulau Bali dan kemegahan hotel-hotel berbintangnya, Bali juga masih menyimpan berbagai permasalahan sosial, salah satunya adalah keberadaan pengemis yang masih terlihat dibeberapa sudut perkotaan terutama kawasan-kawasan pariwisata seperti di daerah Badung. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta di muka umum, mereka menggunakan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Kerapkali cara-cara yang mereka gunakan tersebut berhasil membuat orang tersentuh hatinya untuk memberikan sedekah.
Menolong orang lain yang membutuhkan memang merupakan suatu perbuatan mulia, akan tetapi harus dipastikan terlebih dahulu apakah orang tersebut memang benar-benar membutuhkan atau malah mereka dengan sengaja bekerja atau dipekerjakan untuk melakukan kegiatan mengemis tersebut, jangan sampai yang ingin ditolong ternyata merupakan korban eksploitasi ekonomi, terlebih juga memberikan uang ataupun barang kepada pengemis sebenarnya merupakan perbuatan melawan hukum.
Kota Denpasar melalui Perda Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum telah mengatur mengenai larangan bagi masyarakat untuk memberikan uang kepada pengemis dan apabila ada masyarakat yang kedapatan melanggar aturan tersebut maka dapat dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000 (satu juta rupiah), sedangkan di Kabupaten Badung yang merupakan daerah destinasi wisata favorit di Bali namun juga menjadi salah satu tempat favorit bagi pengemis untuk mengemis karena faktor banyaknya jumlah wisawatan di daerah tersebut juga telah melarang masyarakat untuk memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen dan pedagang asongan sebagaimana diatur dalam Perda Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman dan ancaman sanksi bagi yang melanggar bahkan lebih berat yaitu berupa pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda hingga Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
Mungkin aturan-aturan tersebut selintas terkesan bertentangan dengan nilai-nilai agama ataupun moral yang mengajarkan untuk saling berbagi dengan sesama, tetapi kembali lagi kepada apa yang harus diantisipasi adalah apakah orang tersebut memang pantas untuk dibantu atau tidak, karena nyatanya sudah banyak pengemis yang kedapatan berpura-pura tidak mampu bekerja padahal kondisi badan mereka masih bugar dan sehat.
Sesuai amanat konstitusi dimana negara berkewajiban untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar maka dalam kasus ini pemerintah harus segera mencari jalan keluar agar bagaimana keberadaan pengemis tersebut bisa ditertibkan dan apabila diperlukan pemerintah juga dapat menggandeng masyarakat atau komunitas-komunitas sosial untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan ini. Hal ini sangat penting guna menjaga ketertiban umum karena pengemis sering kali terlihat duduk dan berkumpul di tempat atau fasilitas umum seperti trotoar sehingga mengganggu kenyamanan pejalan kaki, serta tidak jarang mereka juga mengganggu pengendara bermotor saat berada di traffic light. Permasalahan ini juga perlu ditanggapi lebih serius karena jangan sampai para pengemis tersebut terutama yang masih anak-anak dijadikan korban eksploitasi ekonomi yang seharusnya bisa diselamatkan.
Oleh: I Gede Yudi Arsawan
Sudah terbit di baliportalnews.com tanggal 18 Desember 2018, Sumber gambar: google

Komentar