Belakangan ini dalam suasana menjelang pemilu terlihat semakin marak di media sosial adanya oknum yang suka menebar hoax dan fitnah. Contohnya menyebarkan berita bohong hingga melakukan pemotongan video yang berisi ucapan dari seseorang dan menyebarkannya kembali. Sayangnya pemberitaan ini tidak dengan utuh sehingga mengubah makna dari video tersebut. Semestinya bermakna positif malah menjadi negatif akibat dipotong.
Perlakuan berbau fitnah oleh oknum tidak bertanggungjawab seperti itu tidak hanya dialami oleh masyarakat biasa. Tokoh-tokoh, pejabat, bahkan seorang Presiden juga dijadikan korban oleh mereka. Padahal kejahatan seperti ini jelas dapat menimbulkan kesalahpamahan dimasyarakat dan dapat mengakibatkan perselisihan.
Sebagai bangsa yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjunjung tinggi nilai budi pekerti seharusnya tidak berani melakukan suatu kejahatan berupa fitnah, apapun alasannya baik karena rasa dendam, benci, iri apalagi jika melakukan fitnah hanya semata-mata untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Ini tentu sangat dilarang oleh ajaran agama manapun dan merupakan perwujudan degradasi moral.
Dalam keadaan seperti ini, sangat penting bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima dan merespons suatu informasi yang kebenarannya masih diragukan. Maraknya berita yang berbau fitnah mengharuskan kita untuk lebih pintar dalam mencari kebenaran suatu berita. Maka dari itu bagi masyarakat cerdas yang sudah mengetahui benar atau tidaknya suatu berita harus ikut menjadi garda terdepan untuk memberi klarifikasi terhadap berita bohong yang berbau fitnah dan juga sebisa mungkin memberikan tanggapan cerdas, terutama dalam media sosial agar masyarakat lainnya tidak mudah mempercayai berita hoax yang sudah terlanjur tersebar.
Media-media terpercaya dan para jurnalis juga tidak boleh memperkeruh suasana dan memiliki tanggung jawab untuk memberi edukasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang factual. Hal ini sangat penting, mengingat informasi yang diberikan oleh media akan menjadi acuan bagi masyarakat untuk beropini. Terutama dalam penulisan judul suatu berita, media harus membuatnya dengan profesional bukan sematamata hanya untuk mencari perhatian. Masalahnya fakta yang terjadi di lapangan terutama dalam dunia maya atau media sosial masih banyak masyarakat yang malas membaca suatu berita hingga selesai dan hanya berpatokan pada judul berita tersebut. Tentu ini sangat berbahaya, apabila judul tidak sesuai dengan substansi berita karena dapat menggiring masyarakat untuk memberi tanggapan yang salah. Untuk itu segala hal yang dapat menimbulkan kesalahpahaman publik harus diantisipasi sedini mungkin, termasuk penulisan judul berita yang harus tepat dan sesuai dengan isi berita.
Kebebasan bertukar informasi dalam dunia maya yang masih sulit diawasi memang menjadi tempat paling mudah bagi para oknum penebar hoax menyebarkan beritanya untuk mempengaruhi masyarakat. Maka dari itu masyarakat, pemerintah dan media cetak atau online harus saling bekerja sama untuk mencegah mereka melakukan aksinya, jangan sampai kegiatan menyebar berita hoax yang sedang marak ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik karena menjelang pemilu hal ini rawan terjadi.
Oleh: I Gede Yudi Arsawan
terbit: Koran Bali Post Edisi 23 Agustus 2018
sumber gambar: google
Komentar
Posting Komentar